Saturday, April 28, 2012

Membela Mimpi, Melawan Keterbatasan

Bagaimana mungkin seorang anak miskin pedalaman bisa menempuh sekolah di Amerika? Seorang penderita leukimia mendjadi dokter? Orang cacat menjadi sarjana? Bagaiamana bisa orang-orang itu menembus batas? Setelah ditelusuri secara mendalam pada buku ini, ada satu rahasia penting yang menjadi resep ampuh orang-orang istimewa itu: tidak menyerah.

Sebanyak 13 cerita dalam buku ini yang siap menginspirasi para pembacanya; ceirta-cerita dari orang-orang yang didera keterbatasan dalam hidupnya, baik keterbatasah harta, fisik dan lainnya. Inilah buku penggugah jiwa yang mudah kalut karena keterbatasan. Orang-orang istimewa dalam buku ini telah membuktikan bahwa keterbatasan itu adalah tantangan yang harus dilawan, bukan malah diratapi. Keterbatasan bagi mereka bukanlah alasan untuk tidak maju, justru ia merupakan peluang untuk meraih mimpi-mimpi.

Buku seri man jadda wajada ini, yang diawali dengan prolog A. Fuadi (penulis trilogi Negeri 5 Menara), ingin menunjukkan bahwa tak ada keterbatasan yang tak bisa ditaklukkan, banyak jalan untuk bisa menembus batas-batas itu. Al-Qur’an menjelaskan bahwa Allah tidak akan memberi cobaan pada seseorang di luar batas kemampuannya. Jadi benarlah bahwa keterbatasan itu adalah tantangan yang harus diterjang.

Semangat untuk tidak menyerah harus didukung dengan kerja yang keras, melebihkan usaha di atas rata (going the extra miles), keyakinan yang kokoh, tawakal, dan doa. Jalan perjuangan mewujudkan mimpi memang selalu terjal dan penuh liku. Tapi barang siapa yang tetap bertahan, maka pada akhirnya ia akan mendapatkan kemenangan. Allah tak akan menyia-nyiakan hambanya yang bersungguh-sungguh. Hampir semua orang sukses harus jatuh bangun pada mulanya, sebab jatuh bangun itu adalah jalan pematangan.

Taruhlah cerita Bernando J. Sujibto, Dari Sumenep ke Kolombia. Sujibto adalah anak petani miskin di pedalaman Madura, tapi semangatnya untuk maju sangat tinggi. Sejak ia nyantri di pondok pesantren Annuqayah Sumenep, ia mulai menghitung bintang dan merangkai mimpinya. Yang menarik, mimpi itu muncul secara kuat bukan pada saat kondisinya yang serba kecukupan, melainkan sebaliknya yaitu dari kondisi yang serba kekurangan. Sang ibu yang rajin mengirimnya ke pondok, bersusah payah memanggul bekal anaknya, berkeringat, pemandangan itu membakar semangat Sujibto untuk mewujudkan mimpinya mati-matian.

Kiriman dari orang tua yang sangat minim dan seringkali tidak cukup untuk sekadar memenuh kebutuhan pokok, membuat Sujibto memutar otak. Ia tak mau menyerah pada keadaan yang sulit tersebut, hingga akhirnya ia menjadi agen penjual nasi bungkus untuk para santri. Ia rajin membaca, menulis dan berdiskusi. berIkat usahanya yang gigih, suatu ketika tulisannya dimuat majalah Annida, Sahabat Pena, dan Horison. Waktu demi waktu dilaluinya dengan melebihkan usaha dan kesabaran, hingga ia hijrah ke Yogyakarta dan tercatat sebagai mahasiswa UIN Sunan Kalijaga, sampai melanglang buana ke University of South Carolina, Amerika Serikat.

Temukan pula inspirasi pada Menjadi “Vampir” yang ditulis oleh Rahmatika Choiria, seorang gadis tegar yang selalu tampak pucat karena derita talasemia; pada cerita J. Sumardianta, seorang guru produktif dari Yogyakarta yang dibayang-bayangi ancaman kebutaan total; pada cerita ketegaran Shanum, seorang dokter penderita leukimia yang ditinggal orang-orang terkasihnya, namun tak penah berputus asa; dan pada cerita-cerita lainnya yang semuanya luar biasa.

Hidup adalah anugerah yang sangat besar yang harus disyukuri, dan mimpi adalah sesuatu yang wajib dibela. Hanya mimpilah yang akan membuat kita melaju cepat menembus batas-batas, menuju masa depan baru yang menjanjikan. Kemampuan untuk bermimpi, berusaha dan berdoa adalah anugerah Tuhan yang membedakan manusia dengan binatang. 

Buku ini menunjukkan betapa banyak alasan untuk menyerah pada nasib, tapi satu hal yang yang tak boleh dilupakan, yaitu semangat untuk tidak menyerah. Memang ada masa mengeluh, masa malas, dan masa memprotes Tuhan. Tapi, berpengharapan, kerja keras dan doalah yang akan mencairkan segala kebuntuan. Penyakit yang paling berbahaya bukanlah leukimia ataupun talasemia, melainkan penyakit putus asa akut.

Secara umum buku ini menarik untuk diikuti, cerita-ceritanya sungguh menggugah dan dianggit dalam bahasa yang renyah. Namun, kesamaan drama pada setiap cerita membuat buku ini sedikit menjenuhkan.
__________
Judul Buku: Berjalan Menembus Batas
Penulis: A. Fuadi, dkk.
Penerbit: Bentang, Yogyakarta
Cetakan: Pertama, 2012
Tebal: xvi + 169 halaman
ISBN: 978-602-8811-62-0

No comments:

Post a Comment