Sunday, May 22, 2011

Reading Book, I am Happy

As I am walking on phases of education, I always meet each other with books. Book has taken particular place on adventure of my life. It teaches me about everything useful, new, current, good, and bad. It has opened my eyes to see the world as I want.

I think the book is a greatest friend. it can cheer me up wherever I read it. It can show me some funny stories, and it fulfils my blank and boring time. As I like it, it does not ask me for everything, but it always gives me what it has generously. of course it is defferent with humang being, which always ask for reply as something it gave.

Monday, May 9, 2011

What Else Have You Acquired So Far?

An effort is an absolute requirement for achieving all of our aims. The effort is very determining for someone’s success; the greater the someone’s effort is, the huger the success achieved is.

The effort approaching finished phases usually brings some questions bothering our mind such as: how great is my effort? What is my offering? What have I acquired so far? What can I communicate to other one? And how about my step next on?

It is clear that the effect of our effort will be appeared by the end of phase. All of answers of every question above will also be appeared by themselves. Because in the end of a phase we usually bagin to stare at ourselves deeply. Every special and low quality will be found. Every repentace, sandness and happiness are also nearer and agree with the effort tension we do. Those all are natural.

Seno Gumira Ajidarma; Catatan OSCAAR 2010

Seno Gumira Ajidarma, siapa yang tak kenal? Ia lahir di Boston 19 Juni 1958—besar di kota pelajar: Yogyakarta. Ia termasuk salah seorang sastrawan negeri ini yang sangat [malah sangat-sangat] produktif menerbitkan karya—istimewanya, dalam karya-karya itu berani pula mengungkap fakta yang tak berani diungkap oleh jurnalis—karena larangan dari penguasa. ”Ketika jurnalisme dibungkam, sastra harus bicara,” tulisnya.

Sastrawan yang satu ini sosok pembangkang. Ayahnya Prof. Dr. MSA Sastroamidjojo, guru besar Fakultas MIPA Universitas Gadjah Mada. Tapi, lain ayah, lain pula si anak. Seno Gumira Ajidarma bertolak belakang dengan pemikiran sang ayah. Walau nilai untuk pelajaran ilmu pasti tidak jelek-jelek amat, ia tak suka aljabar, ilmu ukur, dan berhitung. “Entah kenapa. Ilmu pasti itu kan harus pasti semua dan itu tidak menyenangkan,” ujar Seno.

Pronunciation Class, Kelasnya Orang-Orang Lebay

Belajar bahasa pada hakikatnya adalah praktik. Namun praktik saja tidak pernah cukup untuk menguasai bahasa dengan baik. Di dunia ini banyak bahasa, dan setiap bahasa punya bagian-bagian dengan istilahnya sendiri untuk di pelajari. Dalam belajar bahasa, tentu kita tidak hanya ingin "sekadar tahu", tapi bagaimana kita "bisa meramu dan mengomunikasikan" bahasa itu dengan sempurna.

Saat ini, saya sedang belajar bahasa Inggris. Beberapa hari yang lalu saya mendaftar di lembaga kursus The Eminence (pronunciation class). Dalam bahasa Inggris, bagian-bagian itu (kalau boleh saya menyebutnya language requirements) kita kenal dengan istilah speaking (berbicara), grammar (menyusun struktur kalimat yang benar), vocabulary (kota kata), dan pronunciation (pengucapan). Bagi saya, bagian pronunciation adalah yang paling menarik.

Ayo Menulis, Kawan!

Menulis adalah sebuah usaha mengabadi. Descartes, seorang pemikir ulung, jauh di zamannya dahulu pernah melontarkan kredo “Cagito ergo sum”, yang artinya aku berpikir maka aku ada. Di abad ini, kita mengenal kredo sebanding, “Aku menulis maka aku ada”, Gus Zainal punya. Kredo yang terakhir menjelaskan kredo yang sebelumnya. Artinya bahwa, sebuah pikiran yang ditulis, akan mengabadi. Bersama itu pula, sang pemilik buah pikiran yang tertulis itu, akan terus “ada”, terus dikenal dan dikenang (mengabadi).

Menulis adalah pula sebuah usaha mengabdi. Dalam hal ini mengabdi pada bangsa, negara, dan dunia. Menulis merupakan upaya mentransformasikan ide-ide kepada orang banyak, untuk pemecahan problematika yang ada, dan demi terciptanya tatanan kehidupan yang lebih baik dan dinamis. Selain itu, menulis juga sebagai usaha memperkaya ilmu pengetahuan, sehingga peradaban akan terus berkibar maju, dari satu generasi ke generasi seterusnya. Jelas, menulis adalah usaha pengabdian yang mulia. Maka barang siapa yang menulis, mengabdi, akan mengabadi, dan jangan khawatir akan hilang dari peredaran sejarah!

Pesantren, Terorisme, dan Islamophobia

Setelah Bali pada 2002 (bom Bali I) dan 2005 (bom Bali II), sekarang giliran Ibu Kota Jakarta meledak, tepat di jantung kota. Bom menimpa hotel JW Marriott dan Ritz-Carlton, pada tanggal 17 Juli 2009 lalu yang sampai menggagalkan pertandingan sepak bola antara Manchester United dan Indonesia All-Stars. Tragedi menakutkan ini membuat bangsa ini panik, dan tampak akan membuka memori lama negeri tercinta ini tentang aksi terorisme.

Terorisme adalah tindakan yang tak terpuji dan dapat merugikan orang banyak, serta dapat mengganggu stabilitas negera. Terorisme adalah perusak kedamai-sejahteraan umat. Aksi terorisme tampak lekat dengan negara tercinta ini, Indonesia. Pemerintah terutama, menjadi sibuk melakukan penyelidikan-penyelidikan. Apakah Indonesia negara teroris? Tentu bukan, sebab negara ini adalah negaranya kaum beragama. Pertanyaannya, mengapa aksi terorisme marak di negeri kaum beragama semisal Indonesia?