Belajar bahasa pada hakikatnya adalah praktik. Namun praktik saja tidak pernah cukup untuk menguasai bahasa dengan baik. Di dunia ini banyak bahasa, dan setiap bahasa punya bagian-bagian dengan istilahnya sendiri untuk di pelajari. Dalam belajar bahasa, tentu kita tidak hanya ingin "sekadar tahu", tapi bagaimana kita "bisa meramu dan mengomunikasikan" bahasa itu dengan sempurna.
Saat ini, saya sedang belajar bahasa Inggris. Beberapa hari yang lalu saya mendaftar di lembaga kursus The Eminence (pronunciation class). Dalam bahasa Inggris, bagian-bagian itu (kalau boleh saya menyebutnya language requirements) kita kenal dengan istilah speaking (berbicara), grammar (menyusun struktur kalimat yang benar), vocabulary (kota kata), dan pronunciation (pengucapan). Bagi saya, bagian pronunciation adalah yang paling menarik.
Ponunciation tampak sulit bagi pelajar yang belum mempelajarinya, dan terasa mudah bagi mereka yang habis membelajarinya. Hal ini maklum, mengingat bagian ini mengarah pada pengucapan kata (word), frase (prhase), dan kalimat (sentence) dengan sebenar-benarnya laiknya penutur aslinya (native speaker). Lain sungai lain ikanya, maka lain bangsa lain (maaf) mulut dan gaya bahasa. Maka pronunciation ini memaksa kita untu menyamakan mulut dan gaya kita laiknya orang-orang Inggris. Tampak menyulitkan bukan?
Di hari pertama masuk kelas pronunciation, guru kami bilang, “pronunciation itu mudah, dengan syarat tidak boleh malu”. Diakui atau tidak, kebanyakan mereka yang tidak maksimal di kelas ini adalah mereka yang pemalu, menjaga image. Padahal itu sebenarnya adalah halangan utama yang harus dihadapi. Lanjut guru kami, “belajar pronunciation terdakadang lucu, menyebalkan, dan menyenangkan”. Lucu karena setiap anak harus memperbaiki mulut, bibir, dan suara. Sehingga terlihat lucu ketika ada satu anak yang ketika memoncongkan mulutnya tidak seperti manusia lagi (hehe); Menyebalkan karena tidak mudah untuk bisa mengucapkan satu kata dengan baik; menyenangkan karena kelas terasa hidup dan menantang, apalagi ketika melihat anak yang sampai keringatan.
Di kelas kami, sebagaimana kelas-kelas pronuncition lainnya, kamus wajibnya adalah Oxford Learner’s Pocket Dictionary. Kamus terbitan Oxford University Press ini sangat membantu dalam hal pronunciation, selain itu juga mudah dibawa karena ukurannya yang seukuran dompet. Sebab di dalamnya selain makna leksikal, juga tersedi phonetic symbol (cara baca). Maka setiap kami ingin mengetahui cara baca sauatu kata, maka di kamus inilah kami berlabuh.
Di hari pertama masuk kelas, yang menjadi hidangan awal adalah pengucapan huruf-huruf alfabet (the alphabet). Sebab inilah yang menjadi dasar dari materi-materi selanjutnya. Setiap murid dituntut untuk mengetahui dan menguasai pengucapan huruf-huruf alfabet. Beberapa huruf yang paling ditekankan untuk dikuasai adalah huruf “r”, “h”, dan “g”. Menurut guru kami, pengucapan huruf-huruf ini sangat penting perannya dalam hal pronunciation. Orang-orang yang sudah pandai dalam pengucapan huruf-huruf tersebut akan tampak fasih meski sebenarnya dia lemah di bagian yang lain.
Setiap hari, setiap pagi (kelas kami masuk pagi) kami senam suara, menarik suara meski belum makan. Bau mulut bercampur parfum, bercampur bau badan karena banyak yang tidak sempat mandi pagi-pagi, semua bau terasa lengkap. Tapi we take it easy and pleasantly!
Senam tarik suara yang paling sulit bagi kami adalah pada pengucapan huruf “e”. huruf ini ada beberapa pengucapan, di antaranya dibaca seperti pada kata “sate”, “sule”, “lele”, dan bisa juga dibaca seperti pada kata “bebek” atau “embek”, sesuai dengan phonetic symbol-nya sendiri (Mungkin Anda kurang paham maksud saya karena saya tidak mendatangkan contoh phonetic symbol itu. Tapi coba buka kamus di atas, Anda pasti mengerti). Yang paling lucu adalah pengucapan “e” seperti pada kata “bebek”. Di samping sangat sulit bagi sebagian anak, juga mulut akan tampak melebar dan wajah pasti kelihatan jelek, apalagi yang dibunyikan adalah kata “embek” secara berulang-ulang. Tanpa disadari kami semua persis kambing (hahaha). Bahkan suatu ketika ada salah seorang tetangga yang bertanya “di sana tempat kursus apa kebun binatang ya?” Ada pula yang bertanya “mereka semua sakit ya?” dan banyak pertanyaan-pertanyaan miring lainnya.
Bukan cuma itu, di samping belajar English pronunciation, sesekali kami juga dilatih mempronunkan bahasa Indonesia laiknya bahasa Inggris. Persis seperti Cinta Laura si penyanyi itu. Perhatikan, huruf “g”, berdasarkan phonetic symbol itu dibaca “j” (salah satu pengucapan yang ditekankan di kelas pronunciation). Maka guru mendatang contoh kalimat bahasa Indonesia untuk kemudian di pronunkan layaknya bahasa Inggris ala Cinta Laura. Saya masih ingat beberapa contoh, seperti “janji”, “jalan-jalan”, “ojek”, “jablay”, atau “jamu”. Kemudian disusun menjadi “jablay janji jalan-jalan beli jamu naik ojek “.
Versi Indonesia, semua itu berlebihan, lebay. Tapi guru kami bilang, “kita tidak boleh malu, di kelas ini kita memang harus lebay!” Alhasil, kelas kami (pronunciation class) adalah kelasnya orang-orang lebay. Semua itu tampak lucu, lucu sekali, bagi Anda. Mungkin pula Anda akan mengganggap kami adalah orang-orang yang tak tahu malu.
Tapi bagi kami itu adalah biasa, biasa sekali. Kami sangat tidak malu. Sebab rasa malu kami “ditaruh” untuk sementara waktu. Anda masih belum percaya? Buktikan, datanglah ke tempat kami, jam 07.00 WIB pagi-pagi. Di kompleks The Eminence, di Jl. Anyelir Tulungrejo. Kenalkan, kami orang-orang lebay!
Saat ini, saya sedang belajar bahasa Inggris. Beberapa hari yang lalu saya mendaftar di lembaga kursus The Eminence (pronunciation class). Dalam bahasa Inggris, bagian-bagian itu (kalau boleh saya menyebutnya language requirements) kita kenal dengan istilah speaking (berbicara), grammar (menyusun struktur kalimat yang benar), vocabulary (kota kata), dan pronunciation (pengucapan). Bagi saya, bagian pronunciation adalah yang paling menarik.
Ponunciation tampak sulit bagi pelajar yang belum mempelajarinya, dan terasa mudah bagi mereka yang habis membelajarinya. Hal ini maklum, mengingat bagian ini mengarah pada pengucapan kata (word), frase (prhase), dan kalimat (sentence) dengan sebenar-benarnya laiknya penutur aslinya (native speaker). Lain sungai lain ikanya, maka lain bangsa lain (maaf) mulut dan gaya bahasa. Maka pronunciation ini memaksa kita untu menyamakan mulut dan gaya kita laiknya orang-orang Inggris. Tampak menyulitkan bukan?
Di hari pertama masuk kelas pronunciation, guru kami bilang, “pronunciation itu mudah, dengan syarat tidak boleh malu”. Diakui atau tidak, kebanyakan mereka yang tidak maksimal di kelas ini adalah mereka yang pemalu, menjaga image. Padahal itu sebenarnya adalah halangan utama yang harus dihadapi. Lanjut guru kami, “belajar pronunciation terdakadang lucu, menyebalkan, dan menyenangkan”. Lucu karena setiap anak harus memperbaiki mulut, bibir, dan suara. Sehingga terlihat lucu ketika ada satu anak yang ketika memoncongkan mulutnya tidak seperti manusia lagi (hehe); Menyebalkan karena tidak mudah untuk bisa mengucapkan satu kata dengan baik; menyenangkan karena kelas terasa hidup dan menantang, apalagi ketika melihat anak yang sampai keringatan.
Di kelas kami, sebagaimana kelas-kelas pronuncition lainnya, kamus wajibnya adalah Oxford Learner’s Pocket Dictionary. Kamus terbitan Oxford University Press ini sangat membantu dalam hal pronunciation, selain itu juga mudah dibawa karena ukurannya yang seukuran dompet. Sebab di dalamnya selain makna leksikal, juga tersedi phonetic symbol (cara baca). Maka setiap kami ingin mengetahui cara baca sauatu kata, maka di kamus inilah kami berlabuh.
Di hari pertama masuk kelas, yang menjadi hidangan awal adalah pengucapan huruf-huruf alfabet (the alphabet). Sebab inilah yang menjadi dasar dari materi-materi selanjutnya. Setiap murid dituntut untuk mengetahui dan menguasai pengucapan huruf-huruf alfabet. Beberapa huruf yang paling ditekankan untuk dikuasai adalah huruf “r”, “h”, dan “g”. Menurut guru kami, pengucapan huruf-huruf ini sangat penting perannya dalam hal pronunciation. Orang-orang yang sudah pandai dalam pengucapan huruf-huruf tersebut akan tampak fasih meski sebenarnya dia lemah di bagian yang lain.
Setiap hari, setiap pagi (kelas kami masuk pagi) kami senam suara, menarik suara meski belum makan. Bau mulut bercampur parfum, bercampur bau badan karena banyak yang tidak sempat mandi pagi-pagi, semua bau terasa lengkap. Tapi we take it easy and pleasantly!
Senam tarik suara yang paling sulit bagi kami adalah pada pengucapan huruf “e”. huruf ini ada beberapa pengucapan, di antaranya dibaca seperti pada kata “sate”, “sule”, “lele”, dan bisa juga dibaca seperti pada kata “bebek” atau “embek”, sesuai dengan phonetic symbol-nya sendiri (Mungkin Anda kurang paham maksud saya karena saya tidak mendatangkan contoh phonetic symbol itu. Tapi coba buka kamus di atas, Anda pasti mengerti). Yang paling lucu adalah pengucapan “e” seperti pada kata “bebek”. Di samping sangat sulit bagi sebagian anak, juga mulut akan tampak melebar dan wajah pasti kelihatan jelek, apalagi yang dibunyikan adalah kata “embek” secara berulang-ulang. Tanpa disadari kami semua persis kambing (hahaha). Bahkan suatu ketika ada salah seorang tetangga yang bertanya “di sana tempat kursus apa kebun binatang ya?” Ada pula yang bertanya “mereka semua sakit ya?” dan banyak pertanyaan-pertanyaan miring lainnya.
Bukan cuma itu, di samping belajar English pronunciation, sesekali kami juga dilatih mempronunkan bahasa Indonesia laiknya bahasa Inggris. Persis seperti Cinta Laura si penyanyi itu. Perhatikan, huruf “g”, berdasarkan phonetic symbol itu dibaca “j” (salah satu pengucapan yang ditekankan di kelas pronunciation). Maka guru mendatang contoh kalimat bahasa Indonesia untuk kemudian di pronunkan layaknya bahasa Inggris ala Cinta Laura. Saya masih ingat beberapa contoh, seperti “janji”, “jalan-jalan”, “ojek”, “jablay”, atau “jamu”. Kemudian disusun menjadi “jablay janji jalan-jalan beli jamu naik ojek “.
Versi Indonesia, semua itu berlebihan, lebay. Tapi guru kami bilang, “kita tidak boleh malu, di kelas ini kita memang harus lebay!” Alhasil, kelas kami (pronunciation class) adalah kelasnya orang-orang lebay. Semua itu tampak lucu, lucu sekali, bagi Anda. Mungkin pula Anda akan mengganggap kami adalah orang-orang yang tak tahu malu.
Tapi bagi kami itu adalah biasa, biasa sekali. Kami sangat tidak malu. Sebab rasa malu kami “ditaruh” untuk sementara waktu. Anda masih belum percaya? Buktikan, datanglah ke tempat kami, jam 07.00 WIB pagi-pagi. Di kompleks The Eminence, di Jl. Anyelir Tulungrejo. Kenalkan, kami orang-orang lebay!
No comments:
Post a Comment