Saya terdaftar sebagai peserta kelas ekstensif bahasa Prancis di Institut Français Indonesia (IFI) Surabaya. Meski saya tahu kelas ini tak “seserius” kelas semi-intensif maupun kelas intensif, ada alasan yang menurut saya cukup penting terkait keadaan saya sekarang ini yang serba terbatas. Pertama, saya tidak punya cukup uang untuk membayar lebih mahal seperti di kelas semi-intensif maupun intensif, sehingga saya tidak terlalu berangan-angan mengambil kelas intensif. Pikiran saya adalah yang penting belajar bahasa Prancis dulu, bagaimanapun keadaannya. Kedua, saya tidak punya cukup waktu untuk setiap hari (sebagaimana jadual kelas semi-intensif dan intensif) masuk kelas, mengingat saya setiap hari harus kuliah, banyak buku yang harus dibaca, dan banyak tugas yang mesti diselesaikan. Belajar bahasa Prancis pelan-pelan asal pasti itu sudah bagus.
IFI Surabaya bertempat di komplek AJBS di jalan Ratna, lumayan dekat dari Wonocolo, tempat saya. Tetapi meski begitu jangan coba menempuhnya dengan jalan kaki. Saya kira gedung IFI Surabaya bukanlah gedung yang dibangun khusus IFI, melainkan gedung sewaan, atau mungkin saja (karena saya belum sempat bertanya) telah dibeli oleh IFI Surabaya dan dilakukan perbaikan seperlunya di bagian dalam. Dari luar, melihat arsitekturnya, gedung tersebut tampak tua seperti sisa-sisa gedung Surabaya tempoe doeloe lainnya. Tua di luar, tapi tidak demikian halnya di dalam, yang tampak elit, nyaman, dan representatif untuk sekadar belajar bahasa Prancis. Di sana adalah ruangan full AC, Wifi area, beralaskan karpet, tersedia pula ruang perpustakaan yang nyaman (bibliotèque). Di setiap sudut ruangan, dalam gedung yang bentuknya persegi panjang itu, terpampang gambar-gambar bernuansa Prancis, peta Prancis, papan dan kotak-kotak informasi (tentang kampus dan kuliah di Prancis, even budaya, lowongan magang), papan khusus untuk menampung oret-oretan peserta dalam bahasa Prancis, dan ornamen-ornamen terkenal yang dipunya Prancis, seperti menara Eiffel yang perkasa dan museum Leuvre yang berbentuk Piramida itu.
Gedung tersebut memanjang dari barat ke timur dan menghadap ke selatan. Bagian ujung timur gedung, terdapat ruang layanan Campus France, yaitu tempat konsultasi dan pendampingan bagi mereka yang membutuhkan informasi apapun yang dibuthkan tentang kampus dan kuliah di Prancis, didampingi ia berangkat ke Prancis. Pas di depan ruangan tersebut adalah perpustakaan, dan kemudian meja resepsionis. Meja resepsionis ada dua, yaitu di samping pintu masuk perpustakaan dan di depan pintuk masuk utama. Untuk meminjam dan mengembalikan buku, seerta mendaftar kursus, dilayani oleh resepsionis yang ada di perpustakaan. Resepsionis yang ada di depan pintu masuk utama, tampaknya hanya sebagai tempat bertanya, mengambil buku, mengembalikan angket, tempat komplain, dan hal lain yang berkaitan dengan jalannya program kelas bahasa Prancis. Kalau saya perhatikan, resepsionis yang berada di samping pintu masuk perpus perannya lebih vital. Waktu saya pertama kali masuk ke gedung tersebut, setelah bilang ke Satpam mengenai tujuan saya untuk tahu lebih banyak mengenai kursus bahasa Prancis di IFI, Satpam tersebut membawa saya ke resepsionis di ruang perpustakaan itu.
Saya memulai kelas bahasa Prancis pertama saya pada hari Senin tanggal 7 Oktober 2013. Saya memilih jam 18.15-20.15, setelah Maghrib, dua kali dalam seminggu, yaitu hari Senin dan Rabu. Alasan saya memilih jam tersebut tiada lain karena waktu pagi sampai siang saya beraktivitas di kampus, yang sejak tanggal 4 Desember sudah resmi beralih status dari Institut Agama Islam Negeri (IAIN) ke Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel. Pada tanggal 7 tersebut, sebelum masuk kelas, saya terlebih dahulu menghadap resepsionis depan pintu masuk utama untuk menukar kwitansi pembayaran (saya mendaftar tanggal 6 Oktober, hari Sabtu) dengan dua buku modul, (masing-masing dilengkapi DVD), sebuah buku catatan, pena, sticker, t-shirt, dan sebuah tas yang menurut saya unik, dan meminta surat tanda terima yang sekaligus menjadi ‘tiket’ untu membuat kartu keanggotaan IFI Surabaya.
Setelah ruang Campus France dan perpustakaan, terdapat ruang-ruang kelas berderet rapi, seluruhnya ada tujuh kelas. Memanjang dari timur ke barat, setiap kelas dipisah dengan tembok, mereka berdempetan, sehingga yang kellihatan hanya bagian depannya saja yang seluruhnya terdiri dari kaca putih transparan. Masing-masing kelas, di bagian depannya yang tampak dan terdiri dari kaca itu, terdapat tulisan angka yang sangat besar, yang dari saking besarnya, saya tidak menyadari bahwa itu adalah angka, saya mengira itu hanyalah gaya (hari pertama saya kursus, saya kebingungan mencari kelas, saya tidak menemukan angkanya, padahal angka yang saya cari sudah terlalu besar di depan hidung saya). Ya, setiap kelas ada angkanya masing-masing, kelas 1, 2, 3, 4, 5, 6, sampai 7. Kelas-kelas tersebut tidak menunjukkan level kemampuan bahasa Prancis. Peserta yang kelasnya berangka 7 bukan berarti jauh lebih pandai dari mereka yang berada di kelas dengan angka 2. Angka-angka tersebut hanya untuk memudahkan pencarian kelas saja, baik peserta maupun pengajar (professieur).
Kelas saya adalah kelas dengan nomor/angka 2 (saya tidak perlu masuk kelas angka 1 dulu untuk sampai ke kelas angka 2 ini). Ya, hari pertama masuk saya kebingungan cari angka 2 ini, dari sakin besarnya, lebih besar dan tinggi dari badan saya. Meski saya kelas dengan angka 2, pada suatu kesempatan, saya (dan teman sekelas tentunya) juga pernah masuk di kelas nomor 7 yang kebetulan kosong, dan kelas nomor 2 sedang dibersihkan. Pernah pula saya dan teman-teman masuk di kelas nomor 3, dan itu tidak masalah.
Ingin saya ceritakan pula di sini, bahwa di samping angka yang ditulis besar di bagian depan masing-masing kelas itu, terdapat tulisan, berbentuk frase dan ada pula yang berbentuk kalimat. Di bagian depan kelas nomor 1, di samping angka “1” itu, tertulis “Oui, je parle Français”, kelas nomor 2 tertulis “Le Français, une langue pour demain”, kelas nomor 3 “Oui je parle Europe”, kelas nomor 4 “Le Français, langue des affaires”, kelas nomor 5 “Le Français, langue de la culture”, Kelas nomor 6 “Le Français, langue pour voyager”, dan di kelas nomor 7 saya lupa tertulis apa.
Memang jika diperhatikan sekilas, tulisan-tulisan tersebut terkadang menunjukkan level, tapi juga tampak menunjukkan spesialisasi tema. Taruhlan tulisan di kelas nomor 2, “Le Français, une langue pour demain”, yang maksudnya adalah bahasa Prancis untuk pemula. Sekilas, ini menunjukkan level kemampuan bahasa. Tapi sebenarnya tidak, kelas ini dipakai oleh semua peserta, sesuai dengan jadualnya. Bisa saja yang memakai kelas ini kelas intensif yang mungkin para pesertanya pandai-pandai, atau bukan pemula lagi. Memang, saya, yang adalah pemula sekali dalam belajar bahasa Prancis, bertempat di kelas nomor 2 ini, tapi hal tersebut tidak bisa dijadikan justifikasi bahwa tulisan itu menunjukkan level.
Selanjutnya, jika kita membaca tulisan yang tertera di kelas nomor 4, “Le Français, langue des affaires” (bahasanya para pebisnis), kelas nomor 5 “Le Français, langue de la culture” (bahasa kebudayaan), atau di nomor 6 “Le Français, langue pour voyager” (bahasa untuk para pejalan/penjelajah), terasa menunjukkan spesifikasi. Seakan-akan, secara sederhana, bagi mereka yang ingin belajar bahasa Prancis untuk kepentingan bisnis, akan ditempatkan di kelas nomor 4, bagi yang berkepentingan dalam urusan kebudayaan, di kelas nomor 5 tempatnya, dan bagi yang bertujuan untuk jalan-jalan, di kelas nomor 6-lah tempatnya. Keyakinan kita bahwa semua itu tidak menunjukkan level ataupun spesialisasi ketika kita melirik tulisan di kelas nomor 1 “Oui je parle Français”, dan nomor 3 “Oui je parle Europe”. Tentu dua tulisan yang terakhir ini, tak adakaitannya dengan level maupun spesialisasi. Semua kelas yang ada tentulah merupakan satu kesatuan, sehingga ketika kita mengatakan salah satu kelas menunjukkan level atau spesialisasi, maka terjadi inkonsistensi di situ. Ini sebenarnya sangat sederhana, tak parlu dibicarakan secara berlebihan.
Sejauh yang saya perhatikan, tulisan-tulisan tersebut ditulis bukan dengan tujuan ingin menunjukkan level atau spesialisasi, melainkan untuk menunjukkan betapa bahasa Prancis itu digunakan hampir di semua lini, baik urusan bisnis, pelesir, pendidikan, bahasa budaya yang dinamis, dan banyak lagi. Semua itu saya kira hanyalah ekspresi, untuk membakar semangat dan menginspirasi para peserta kursus bahasa Prancis. Masuk ke gedung IFI Surabaya, kita memang akan disuguhi pemandangan yang serba Prancis, ungkapan-ungkapan yang inspiratif dan informatif, serta everything about France.
No comments:
Post a Comment