Dalam hal membaca, Taufiq Ismail menyebut pelajar Indonesia sebagai generasi 0 buku. Sementara dalam hal merokok, sebagaimana dalam Global Youth Tobacco Survey 2007, jumlah perokok pelajar Indonesia menduduki peringkat pertama di Asia. Sebuah kenyataan yang memprihatinkan.
Hal itu hendaknya menjadi perhatian semua pihak, terutama mereka yang mengatasnamakan dirinya praktisi pendidikan. Mereka dituntut bisa menggiring kegemaran para pelajar dari rokok ke buku. Bagaimanapun, buku jauh lebih baik daripada rokok dalam segala hal, lebih-lebih bagi kaum pelajar.
Caranya, mereka (praktisi pendidikan) harus banyak belajar pada manajemen pemasaran rokok. Seperti halnya membuat iklan-iklan menarik baik di televisi, poster-poster, dan sebagainya yang sekiranya bisa dengan mudah dijumpai banyak orang. Terutama, orang-orang miskin yang terbukti mendominasi jumlah kaum perokok Indonesia.
Terus terang, selama ini iklan-iklan menarik mengenai buku nyaris tak pernah ada. Kalaupun ada, itu sebatas pameran, bazar, yang kehadirannya tidak bisa dinikmati orang banyak, dan itu pun jarang diadakan.
* Tulisan ini diterbitkan di Harian Jawa Pos, rubrik "Gagasan" edisi Rabu, 16 Januari 2008.
No comments:
Post a Comment